RESUME PRAGMATIK BUKU “PRINSIP-PRINSIP PRAGMATIK (LEECH, GEFFREY, 1993) BAB 6-10
RESUME PRAGMATIK BUKU “PRINSIP-PRINSIP PRAGMATIK
(LEECH, GEFFREY, 1993) BAB 6-10
BAB 6
Survei Mengenai Retorik Interpersonal
1.
Maksim
Sopan Santun
·
Maksim
kearifan (dalam ilokusi-ilokusi impositif & komisif)
·
Maksim
kedermawanan (ilokusi-ilokusi impositif & komisif)
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah kerugian diri
sendiri sebesar mungkin.
Contoh:
[1] you can lend me your car (tidak sopan) (kamu dapat meminjamkan
mobilmu pada saya
[2] I can lend you my car (aku dapat meminjamkan mobilku kepadamu)
[3] you must come and have dinner with us (kamu harus datang makan malam
di rumah kami)
[4] we must come and have dinner with you (tidak sopan) (kami harus
datang dan makan malam di tempatmu)
·
Maksim
pujian (ilokusi-ilokusi ekspresif &
asertif)
Kecamlah orang lain sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak
mungkin.
A: her performance was outstanding! (penampulannya bagus sekali!)
B: yes, wasn’t it? (ya, memang)
·
Maksim
kerendahan hati (lokusi-ilokusi ekspresif & asertif)
Pujilah diri sendiri sedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak
mungkin. [1] A: they were so kind to us (mereka baik sekali terhadap kita) B:
yes, they were, weren’t they (ya, betul)
[2] A: you were so kind to us (Anda baik sekali terhadap saya) B: yes,
they were, weren’t they (ya, betul)
[3] how stupid of me (bodoh sekali saya) how clever of me (pandai seksli saya)
[4] please accept this small gift as a token of our esteem (terimalah
hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami)
·
Maksim
kesepakatan (dalam ilokusi asertif): usahakan agar ketidak sepakatan antara
diri & lain terjadi sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri
& lain sebanyak mungkin.
·
Maksim
simpati (dalam ilokusi asertif): kurangilah rasa antipati antara diri dengan
lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara
diri dan lain.
2.
Aspek-aspek
metalinguistik sopan santun
·
Sopan
santun juga terungkap dalam cara percakapan dikendalikan dan dipola oleh para
pemeran sertanya.
·
Dalam
percakapan, perilaku tertentu mengandung implikasi-implikasi tidak sopan:
berbicara (menyela)/diam di saat yang keliru.
·
Strategi-strategi
metalinguistik: Performatif taklangsung, pelembutan yang sopan dari tuturan
seperti “Saya memperingatkan kamu bahwa” Mengelak mengucapkan tuturan yang
berbentuk kalimat langsung Strategi sindiran
·
Hubungan
antara sopan santun dengan perilaku berbicara: phatic communion Maksim phatic:
negatif “hindarilah sikap diam”, positif “berbicaralah terus” Tujuan phatic
communion: mengembangkan kesepakatan dan pengalaman yang dimiliki oleh pemeran
serta.
3.
Ironi
dan Kelakar
a.
Ironi
·
Cara
yang ramah untuk menyinggung perasaan orang (sopan santun yang
mengejek=mock-politeness)
·
Prinsip
urutan kedua
·
Bila
kita mempunyai teman seperti dia apakah kita masih perlu mencari musuh?
·
Contoh:
kamu teman yang baik (arti sepintas) Yang saya maksud dengan ucapan tersebut
ialah kamu BUKAN teman yang baik (prinsip ironi)
b.
Kelakar
·
Cara
yang menyinggung perasaan untuk beramah tamah (mock-impoliteness)
·
Prinsip
urutan ketiga
·
Ini
dia, si pembawa celaka datang!
·
Contoh:
kamu teman yang baik (arti sepintas) Tetapi sebetulnya kamu BETUL teman saya,
dan untuk menunjukkan ini saya bersikap tidak sopan kepadamu (prinsip kelakar)
4.
Hiperbola
dan Litotes
·
Hiperbola:
pernyataan yang berlebihan
·
Litotes:
pernyataan yang mengecilkan arti, cara untuk melemahkan aspek makna yang dari
segi pragmatik kurang disukai
·
Prinsip
daya tarik: percakapan yang menarik yaitu percakapan tersebut mengandung aspek
ketakterdugaan/mengandung berita baru, lebih disukai daripada percakapan yang
membosankan dan yang sudah terduga
·
Prinsip
Pollyana: pemeran serta percakapan lebih menyukai topik-topik yang menyenangkan
daripada topik yang tidak menyenangkan (eufemisme)
BAB 7
Tata Bahasa Komunikatif: sebuah contoh
1.
Tata
Bahasa Komunikatif dan Daya Pragmatik
·
Sintaktik
Memerikan bagaimana membentuk kalimat atau klausa penyangkalan dalam
bahasa Inggris
·
Semantik
Membahas operator penyangkalan (negative operator) dan hubungannya
dengan logika proposional
·
Pragmatik
Membahas salah satu aspek pragmatik penyangkalan, yakni submaksim
ketakinformatifan yang negatif
2.
Beberapa
Catatan Mengenai Metabahasa Pragmatik
Implikatur-implikatur yang mengungkapkan sikap-sikap
proposional itu sendiri bersifat metalinguistik dan ada yang ingin menyebutnya
‘metaproposional’ karena implikatur itu mengacu pada suatu proposisi [X] yang
sedikit banyak juga dimiliki oleh n. Karena isi proposisional yang dicerminkan
oleh X biasanya diperoleh dari maksud tuturan T yang dayanya sedang diperikan,
maka dengan sendirinya metabahasa pragmatik harus mencakup semua pengungkapan
yang dipakai untuk merepresentasi makna tuturan-tuturan dalam bahasa.
3.
Beberapa
Aspek Penyangkalan dan Pertanyaan
·
Sintaksis
Kasus-kasus yang lazim ini dapat dijelaskan dengan kaidah-kaidah
sintaksis mengenai redundancy:
Kaidah I negatif → nonasertif (di mana negatif = afirmatif)
Kaidah II interogatif → nonasertif (di mana interogatif = deklaratif)
Kaidah III lain-lain → asertif
·
Semantik
Pada tataran ini tiga oposisi sintaktik sejajar dengan tiga oposisi
logikal/semantik:
Oposisi sintaktik Oposisilogikal/semantik
Afirmatif: negatif [pos (X)]: [neg (X)] Deklaratif: interogatif [pos/neg (X): [?(X)] Asertif:
nonasertif [X+]: [X0]
·
Pragmatik
Proposisi positif dan negatif
Perbedaan
dari preposisi positif yakni proposisi negative memiliki implikasi tambahan
berupa ‘ketakinformatifan negatif’. Proposisi positif memiliki predikat yang
membenarkan subyek.
Proposisi ya-tidak yang biasa
Pertanyaan ya-tidak yang bermuatan
BAB 8
Performatif
Ialah
pandangan bahwa analisis daya ilokusi dapat dilakukan melalui analisis makna
verba- verba ilokusi, seperti advise (menganjurkan), command (memerintahkan),
dan promise (berjanji).
a. Kekeliruan
verba performatif dan kekeliruan verba ilokusi
Diartikan
sebagai pandangan bahwa analisis daya ilokusi dapat dilakukan melalui analisis
makna verba- verba ilokusi, seperti, advise (menganjurkan), command
(memerintahkan), dan pro mise (berjanji).
Sebuah kasus kekeliruan
verba-ilokusi ialah yang disebut Kekeliruan Performatif (performatif fallacy).
b. Teori-teori
tindak-ujar Austin dan Searle
Austin
dan Searle bercumbu dengan kekeliruan performatif dan akhirnya memeluk
kekeliruan verba-ilokusi. Perhatian Austin dan Searle pada performatif secara
implisit memengaruhi mereka untuk berasumsi bahwa analisis yang teliti mengenai
makna verba-ilokusi dapat membawa ke pemahaman daya ilokusi.
[3]
I promise that i shall be there
(Saya
berjanji bahwa saya akan hadir di sana.)
Dengan performatif
primer (atau tuturan primer) seperti:
[4] I shall
be there
(Saya akan
hadir di sana.)
Akhirnya Austin berkesimpulan bahwa dengan
atau tanpa adanya verba performatif, semua tuturan biasa seperti kalimat [3]
dan [4], terdapat unsur ‘berbuat’ (doing) dan unsur ‘berkata’ (saying). Austin
melengkapi dengan tindak perlokusi (tindak yang mengacu pada apa yang kita
hasilkan atau kita capai dengan mengatakan sesuatu). Austin mengklasifikasikan
tindak ilokusi ke dalam ‘Verdictivies’, ‘Exercitives’, ‘Commisives’,
‘Behabitives’, dan ‘Expositives’. Klasifikasi tersebut merupakan contoh paling
jelas dan utama tentang apa itu kekeliruan verba-ilokusi; Austin terus
berasumsi bahwa setiap verba dalam bahasa Inggris pasti berpadanan dengan salah
satu kategori tindak ujar.
Searle berusaha untuk memisahkan diri dari
asumsi Austin, yaitu mengatakan bahwa terdapat kesepadanan antara verba dan
tindak ujar: ia berpendapat bahwa ‘perbedaan-perbedaan yang ada antara
verba-verba ilokusi merupakan perdoan yang baik tetapi sama sekali bukan
pedoman yang pasti untuk membedakan tindak-tindak ilokusi’. Cukup jelas bahwa
dasar pemikiran Searle bertolak dari verba ilokusi. Searle menyebut performatif
sebagai bentuk kanonikal setiap ilokusi dan sebagai dasar klasifikasiannya.
1) Deklarasi
Deklarasi
merupakan jenis tindak ujar yang terpikir oleh Austin ketika mulai meneliti
performatif. Jadi, dengan tindak ujar konvensional ini pendapat ‘dengan
mengucapkan sesuatu, yang diucapkan terjadi’ hampir selalu berlaku.
Deklarasi memiliki
beberapa sifat yang khas.
c. Performatif
ilokusi: ancangan deskriptif dan ancangan nondeskriptif
Para
deskriptivis mengambil sikap komplementaris dan mengatakan bahwa sifat khusus
performatif dapat diramalkan dari maknanya dan dari hubungan antara makna
dengan dayanya. Para nondeskriptivis mengambil sikap 'semantisis', dan
berpendapat bahwa sifat khusus performatif bersumber pada status fundamental
logikal tindak ujar ini. Kaum deskriptivis mempunyai
pandangan yang lebih sederhana tentang bahasa daripada kaum
nondeskriptivis.
d. Performatif
ilokusi dan oratio obliqua
Sebagian besar performatif ilokusi merupakan tuturan oratio
obliqua, hal tersebut membuat kita harus memeriksa oratio obliqua sebagai
sebuah fenomena.
e. Pragmatik
performatif ilokusi
Dalam segi pragmatik, performatif adalah tuturan yang menyebut
dirinya sendiri yang dayanya ditunjukkan oleh verba utamanya.
f.
Hipotesis performatif
Hipotesis menyatakan bahwa struktur batin setiap
kalimat mempunyai klausa yang lebih tinggi dan yang memiliki sifat-sifat
performatif. Tegasnya, hipotesis ini menyiratkan makna sebuah kalimat.
g. Hipotesis
performatif yang diperluas
Hipotesis performatif dalam manifestasinya
yang paling ekstrem adalah varian yang dikembangkan dengan sangat rinci. Varian
ini dapat juga dinamakan hipotesis performatif yang diperluas. Hipotesis ini
mengatakan bahwa tidak hanya daya ilokusi dari tindak ujar langsung tetapi juga
daya ilokusi dari tindak ujar langsung tetapi juga daya ilokusi tindak ujar tak
langsung yang dapat dibuatkan suatu struktur batin performatif yang baik.
BAB 9
Verba
tindak-ujar Dalam Bahasa Inggris
a. Survey
Kelas Verba Tindak-Ujar
1) Ilokusi,
lokusi, dan perlokusi
Ketiga
verba tersebut memiliki pengertian yang dapat dibedakan berdasarkan tindakan
yang dilakukan. Ilokusi memiliki arti melakukan tindakan dalam mengatakan
sesuatu. Lokusi memiliki arti melakukan tindakan mengatakan sesuatu. Lalu,
perlokusi memiliki arti melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu.
Contoh penerapan dari lokusi,
ilokusi, dan perlokusi, yaitu:
Lokusi
= A mengatakan kepada B bahwa C (C yang dimaksud adalah kata-kata yang
diucapkan dengan suatu makna dan acuan tertentu)
Ilokusi = Dalam mengatakan X, Y menegaskan (asserts) bahwa
A.
Perlokusi = Dengan mengatakan Y, X meyakinkan (convinces)
bahwa Z.
Klasifikasi
verbIlokusi sendiri dibagi menjadi 4 (Searle, 1979):
a) Asertif
Ilokusi
asertif dianggap sebagai tindak tutur yang mengikat penuturnya. Dilihat dari
segi kesopanan, ilokusi ini termasuk ke dalam netral, yaitu masuk dalam
kategori kerja sama (c) yang tadi dikemukakan. akan tetapi, dari segi semantik,
ilokusi asertif bersifat prooposisional.
b) Direktif
Ciri
utama ilokusi ini adalah memiliki tujuan untuk memengaruhi mitra tutur untuk
melakukan tindakan.
c) Komisif
Ilokusi
ini bersifat menyenangkan dan tidak kompetitif. Hal ini disebabkan karena
ilokusi ini lebih berorientasi kepada kepentingan mitra tutur daripada
kepentingan penutur.
d) Ekspresif
Ilokusi ekspresif adalah tindak tutur yang mengungkapkan atau
mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam
ilokusi. Ilokusi ini juga bersifat menyenangkan
e) Deklarasi
Pelaksanaan
ilokusi ni akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan
realitas.
b. Apakah
Verba Performatif Sebuah Kelas Tersendiri?
Performatif merupakan tuturan yang menyebutkan
dirinya sendiri dan mengacu pada tindakan yang dilakukan n ketika ia
berbicara. Dari pengertian tersebut, dismpulkan bahwa semua verba tindak-ujar
mempunyai potensi untuk berperan sebagai performatif, sebagai verba yang
mengacu pada dirinya sendiri. Jadi, kelas-kelas verba seperti verba perlokusi
dan pemerian fonis pada umumnya tidak berperan sebagai performatif.
Untuk menjustifikasi pandangan tersebut, kita perlu
kembali ke penjelasan deskriptif mengenai performatif. Dalam penjelasan
tersebut dikatakan bahwa performatif merupakan sekadar yang menyebutkan dirinya
sendiri yang mengacu pada tindakan yang dilakukan ketika berbicara. Berdasarkan
hal tersebut dapat diasumsikan bahwa semua verba tindak-ujar mempunyai potensi
untuk berperan sebagai performatif. Setelahnya tampak bahwa kelas-kelas verba
yang letaknya paling atas (verba perlokusi) dan yang letaknya paling bawah
(verba pemerian fonis) pada umumnya tidak dapat performatif.
Contoh:
[18] ??I (hereby) persuade you to be quiet.
([DENGAN INI] saya membujuk anda untuk diam.) → Verba perlokusi
[19] ??I (hereby) whisper ‘You be quiet’. ([DENGAN
INI] saya berbisik ‘Diamlah’. → Verba pemerian fonis
c.
Analisis
Semantik Mengenai Beberapa Verba Ilokusi
Terdapat tabel 9.2 yang menunjukkan bahwa kolom
kiri terdapat kata-kata, seperti TELL (mengatakan), ASK (meminta), dan ADVISE
(menganjurkan) yang harus diinterpretasi
sebagai suatu makna tertentu dan dalam konteks semantik/sintaktik tertentu.
Walau kata suggest dapat digunakan baik sebagai direktif maupun asertif,
dalam tabel tercantum jelas bahwa yang direpresentasi adalah suggest dengan
makna direktif.
Bagian ini menganalisis secara garis besar
makna-makna seperangkat verba ilokusi yang representatif. Teknik analisis yang
dipakai mirip dengan analisis komponen, yaitu, menyeleksi jumlah variabel
diskret; kemudian memilih, memeriksa, dan mendefinisikan sejumlah verba
asertif, verba direktif, verba komisif, serta verba ekspresif berdasarkan
variabel-variabel tersebut.
Ada beberapa catatan sebagai akibat dari adanya
tabel 9.2, berikut adalah catatannya.
1.
Lajur (a)
Lajur ini membedakan antara verba ekspresif dengan
verba direktif dan dengan verba komisif. Variabel yang dipertentangkan di lajur
ini adalah variabel waktu, yaitu waktu ‘sesudah’ dan waktu ‘bukan sesudah’.
Aspek waktu kini dan waktu lampau dapat diukur berdasarkan waktu tuturan
dikutip dan keduanya dipertentangkan dengan waktu yang akan datang.
2.
Lajur (b)
Lajur ini membedakan antara verba direktif dengan verba
komisif. Beberapa verba ilokusi, khususnya verba direktif mengacu pada sebuah
kejadian X yang menjadi tanggung jawab t dan harus dilaksanakan oleh t.
Dalam membedakan antara verba-verba
yang berorientasi penutur, perlu diperhatikan bahwa keterlibatan n atau t
tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi secara implisit.
3.
Lajur (c)
Lajur ini akrab dengan verba-verba kejadian X yang terjadi
sesudah tindak ujar. Dalam kalimat-kalimat dengan verba yang diberi tanda
‘bersyarat’ (conditional), n menganggap bahwa kejadian tidak akan berlangsung kalau tidak dengan
persetujuan t. Lalu, apabila dengan tanda ‘tak bersyarat’ (unconditional),
n menganggap bahwa persetujuan dari t adalah keharusan.
4.
Lajur (d)
Arti lambang-lambang tersebut adalah sebagai berikut: ↑n
berarti ‘menguntungkan n’;↑t berarti ‘menguntungkan t’, ↓n berarti ‘tidak
menguntungkan n’ dan ↓t berarti tidak menguntungkan t’. Lajur (d) menunjukkan
bahwa beberapa verba memerlukan nilai-nilai kontras untuk n dan t (↑’
n ↓ t) sedangkan untuk sejumlah verba yang lain satu nilai sudah cukup (↑ n
atau ↓ t).
5.
Pengelompokan
Horizontal
Tabel 9.2 tidak menyajikan daftar verba dan tidak
memperlihatkan ciri-ciri pembeda makna yang lebih halus untuk membedakan antara
jenis-jenis verba ‘kuasi-sinonim’ secara horizontal, seperti pembedaan antara
verba-verba dalam kelompok tell, command, order, demand yang mempunyai
sifat sama.
Misalnya perbedaan semantik antara command (memerintah)
dengan demand (menuntut) menunjukkan bahwa command n berkuasa
atas t, sedangkan demand mengandung implikasi sebaliknya, yaitu n
tidak berkuasa atas t.
6.
Pasangan Minimal
Pada tabel 9.2, tell dan ask beerbeda
hanya dalam satu hal saja, yaitu ciri kebersayaratan jawaban.
Guy told/ask Hugo to feed the hamster.
(Guy mengatakan/meminta
kepada Hugo untuk memberi makan kepada kelincinya)
Told mengimplikasikan bahwa
Guy bermaskud agar Hugo melakukan perbuatan itu tanpa syarat, sedang asked mengimplikasikan
bahwa Guy bermaksud memberi pilihan kepada Hugo untuk melakukan perbuatan itu
atau tidak. Perbedaan antara dua kata tersebut mengandung konsekuensi pragmatk
yang mengacu pada sopan santun dan pada hubungan antara Guy dan Hugo.
7.
Leksikon Verba Ilokusi yang Kosong
Kalau kategori ekspresif diperhatikan, tampak bahwa
lajur (b) terdapat dua pilihan dan pada lajur (d) terdapat empat pilihan
keterlibatan penutur-penutur, secara teoretis mesti menghasilkan delapan tipe
keterlibatan penutur-penutur, tetapi tabel 9.2 hanya mencantumkan tujuh
kombinasi. Kombinasi yang kosong ialah kombinasi n di lajur (b) dengan ↑
t di lajur (d); kombinasi yang tidak ada ini ialah sebuah tindak ujar
dengan kejadian X yang dimulai oleh n dan menguntungkan t. Secara
sepintas ada alasan mengapa verba ilokusi seperti itu tidak ada, yaitu tindak
ujar seperti ini tampaknya bertentangan degan tata krama: tindak ujar ini
menyiratkan bahwa n berjasa kepada t dan membuat t berhutang
budi kepada n.
8.
Interpretasi Skala
Pada butir (6) kita dapat mengaitkan Tabel 9.2 dengan inter pretasi skala
nilai di Lajur (d). Misalnya, bagaimana kita dapat mengetahui apakah X
menguntungkan atau merugikan n atau t, sehingga kita juga dapat mengetahui
verba mana yang sesuai. Dalam menilai untung-tidaknya atau rugi-tidaknya suatu
tindakan, siapa yang menentukan penilaian siapa apakah suatu tindak ujar itu
cocok atau tidak? Misalnya pada penggunaan verba congratulate (mengucapkan
selamat), apakah kita mengacu pada penilaian si pengutip (n1), atau pada yang
mengucapkan selamat (n2), ataukah pada yang diberi selamat (t2)? Secara sepintas
tampaknya penilaian t2, yang tersirat dalam pemilihan verba congratulate (pada
Tabel 9.2 t2 adalah orang yang dilambangkan dengar ↑t dalam Lajur [d]).
d.
Verba
Asertif
Dalam analisis terdahulu verba asertif tidak
dimasukkan. Kategori ilokusi ini sebetulnya paling besar jumlah verba nya,
tetapi tidak mudah untuk dianalisis secara sistematis. Kesulitan ini mungkin
terjadi karena verba asertif berbeda dengan kategori ilokusi yang lain dalam
hal hubungan antara n2 dengan t2: pada verba asertif hubungan antara n2 dengan
t2 biasanya setara.
Walaupun demikian pada Tabel 9.2 terdapat satu
lajur yang gayut dengan verba asertif, yaitu ngan (a), nentukan status sebuah
verba asertif unsur waktu meme gang peranan yang penting: yaitu apakah kejadian
yang diperikan oleh X terjadi sesudah atau bukan sesudah tin dak ujar.
Berdasarkan ciri pembeda ini kita dapat mem bedakan verba asertif PREDIKTIF
(seperti predict [meramal kan], foretell [menujum], forecast [memperkirakan]), dengan
verba asertif RETRODIKTIF (misalnya, report [melaporkan]. narrate
[menceritakan], recount [menceritakan kembali])
KESIMPULAN
Sebagaimana
juga di ranah leksikon yang lain, dalam ranah verba tindak-ujar bahasa membuat klasifikasi-klasifikasi
yang perbedaannya kabur. Kenyataan yang diacu oleh kategori-kategori ini juga
sering tidak pasti atau berada pada suatu skala. Implikasi
kesimpulan-kesimpulan ini buat teori tindak-ujar ialah: Tidak ada gunanya untuk
membuat taksonomi tindak ilokusi yang kaku dan ketat; Namun untuk membuat
masalah menjadi lebih jelas kita dapat mencoba membuat taksonomi verba ilokusi
dan predikat ilokusi; dan Cukup masuk akal kalau kita mengasumsikan bahwa
secara keseluruhan dimensi-dimensi kontras yang sig nifikan untuk mendefinisi
verba ilokusi, juga signifi kan untuk analisis mengenai kegiatan-kegiatan
ilokusi.
BAB 10
Retropeksi dan Prospek
Program penelitian
yang didasarkan pada perbedaan antara semantik dengan pragmatik, antara tata
bahasa dengan retorik, dan antara makna dan daya. alasan-alasan mengapa
dualisme tata bahasa dan retorik harus diinterpretasi kembali menjadi perbedaan
yang ber-dimensi tiga, yaiti pembedaan antara tata bahasa (komponen idesional),
pragmatik interpersonal, dan pragmatik tekstual.
Pembedaan ini
menggunakan istilah-istilah Halliday tetapi tidak didasarkan atas konsep
Halliday mengenai istilah-istilah tersebut.
Tujuannya ialah
memperluas model Prinsip Kerja Sama Grice, dan mengembangkan serta
menggambarkan sebuah Retorik interpersonal tempat berbagai prinsip dan maksim,
seperi Princip Sopan Santun dan ironi-menunjukkan betapa penting peranannya
dalam memerikan daya pragmatik. Dalam mengintegrasikan kembali implikatur
percakapan sebagai suatu pengambilan kcsimpulan berdasarkan akal sehat dalam
batas kerangka acuan pemecahan masalah, tampak bahwa saya dipengaruhi
Artificial Intelligence.
Ada beberapa
hal yang belum dijelaskan didalam buku ini, Daftar berikut ini merinci
topik-topik yang belum sempat dibahas itu:
a.
Retorik tekstual banyak yang dapat dibahas mengenai
Prinsip Keekspresifan dan , aspek-aspek estetis komunikasi, seperti penggunaan
bentuk tekstual, secara ikonis.! Melalui kajian-kajian seperti ini kita semakin
dapat memadukan linguistik dengan retorik, yaitu retorik dalam arti pedagogis:
'penggunaan sumber-sumber bahasa secara efektif dalam karangan tekstual.
b.
Penyajian mengenai paradigma komplementaris masih
bersifat informal, dan menunggu diformalisasi (kondisi dimana aturan- aturan,
prosedur, instruksi dan komunikasi dibakukan) menjadi model-model matematika
yang eksplisit. Bila pandangan yang saya kemukakan benar maka semantik dan
pragmatik dapat dibuatkan model-model yang berbeda. Kategori-kategori semantik,
misalnya, dapat diformalisasi dengan model yang berdasarkan logika kabur (fuzzy
logic),' sedang-kan model yang cocok untuk pragmatik ialah model program
linear.* Sejauh ini cabang matematika ini biasanya diterapkan pada pengambilan
keputusan dalam dunia mana-jemen niaga, tetapi dapat diterapkan pada lingkup yang
Icbih luas, yaitu pada perilaku manusia yang berorientasi tujuan, dan pada
pengambilan keputusan dalam konteks-konteks komunikatif.
c.
Suatu teori pragmatik yang telah dikembangkan dengan
tuntas tidak hanya merupakan formalisasi, tetapi juga menghasilkan hipotesis-hipotesis
yang dapat DIUJI. Pada umumnya, pemerian-pemerian kita dalam pragmatik
interpersonal, kita dasarkan pada pengamatan-pengamatan kita mengenai penutur
asli yang menjadi anggota dari masyarakat bahasa yang sedang kita teliti.
Banyak pengamatan ini yang merupakan penilaian-penilaian relatif yang diukur
pada suatu skala, misalnya skala sopan santun, skala relevansi, skala
keberterimaan dan pada dasamya dapat dikonfirmasi secara objektif lewat tes-tes
informan. Namun yang penting di sini ialah semua variabel yang lain, kecuali
yang sedang diselidiki, harus tetap konstan. Yang terutama harus diingat lalah,
dalam sosiopragmatik, misalnya, kita tidak dapat mengadakan kaiian perbandingan
faktor-faktor sosiopragmatik yang melintas batas-batas masyarakat bahasa.
Sejauh ini metodologi testing pragmatik masih belum dikembangkan, tetapi pada
dasarya metodologi ini tidak lebih problematik daripada jenis tes informan
kebahasaan lainnya.
d.
Hipotesis-hipotesis pragmatik dapat dikonfirmasi
dengan cara yang berbeda, yaitu dengan analisis DATA KORPUS.
Hipotesis-hipotesis seperti ini bersifat probabilistik, karena prinsip-prinsip
dan maksim-maksim pragmatik dapat saling membatalkan. Dalam kasus-kasus yang
paling sederhana kita dapat membuat hipotesis bahwa sebuah kasus (jauh) lebih
mungkin menaati sebuah maksim tertentu daripada tidak menaatinya. Tetapi bila
korpus data ternyata mengkontradiksi hipotesis tersebut, kita selalu bisa
mengatakan bahwa ini disebabkan oleh pengaruh maksim-maksim yang saling
bersaing.
Komentar
terhadap buku Prinsip-prinsip Pragmatik karya Geoffrey Leech 1993
Pada
buku ini, penjelasan tentang prinsip-prinsip pragmatik cukup lengkap dan
disertai dengan contoh kalimatnya sehingga pembaca dapat lebih memahami apa
yang ingin disampaikan oleh penulis. Dari segi materi dan pokok pembahasan bisa
dibilang sangat lengkap. Akan tetapi, ada beberapa bagian yang penjelasannya
sedikit bertele-tele sehingga membuat pembaca mudah merasa bosan dan sulit
untuk menemukan titik fokus pembahasan yang diinginkan. Dari segi tulisan agak
sedikit membosankan karena pilihan font yang digunakan monoton sehingga membuat
mata mudah lelah dan menimbulkan rasa mengantuk bagi pembaca.
Selain itu, Penggunaan kata yang berulang-ulang
(kurang efektif) pada beberapa poin menimbulkan kebingungan dari para pembaca. Tahun terbit dari buku tentu saja
juga memengaruhi kualitas dari isi buku tersebut. buku Leech ini terbitan 1993
sehingga wajar apabila ada tatanan bahasa yang belum sesuai dengan
ketentuan-ketentuan pada saat ini. Kedepannya, semoga buku ini dapat dicetak
ulang dengan tatanan yang lebih efektif dan penggunaan bahasa yang dapat
dipahami dengan lebih mudah.
Komentar
Posting Komentar