Pesan yang Terkandung dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang” Karya Seno Gumira Ajidarma
SENO GUMIRA AJIDARMA lahir di Boston, 19 Juni 1958.
Sastrawan yang satu ini merupakan sosok pembangkang. Ayahnya Prof. Dr. MSA
Sastroamidjojo, Guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Seno Gumira
Ajidarma sangat bertolak belakang dengan sosok sang Ayah, ia sama sekali tidak
suka berhitung, aljabar dan juga ilmu ukur seperti sang Ayah. Seno Gumira
Ajidarma ini merupakan sosok yang sering membangkang terhadap peraturan
Sekolah, sampai-sampai ia dicap sebagai penyebab setiap kasus yang terjadi di
Sekolah. Seno mengikuti teater Alam pimpinan Azwar A.N. Seno pun mulai mengirim
puisinya ke Majalah Sastra Horison dan ternyata tembus juga. Kemudian Seno
mulai menulis cerpen dan esai tentang teater.
Sebenarnya keinginan Seno adalah ingin menjadi Seniman
bukan Sastrawan. Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang
dimuat di beberapa media massa. Cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai
cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain: Manusia Kamar
(1998), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Iblis Tidak Pernah Mati
(1999).Karya lain berupa novel misalnya: Matinya Seorang Penari Telanjang
(2000). Pada tahun 1987 Seno mendapatkan Sea Write Award. Berkat cerpennya
Saksi Mata, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize For Literary 1997. Dan salah
satu cerpennya yang saya ambil untuk mata kuliah ini berjudul “Pelajaran
Mengarang”.
Dalam cerpen Pelajaran Mengarang, ada banyak pesan dan
cerita mengenai kehidupan sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana
seorang Ibunya itu bekerja sebagai seorang pelacur dan anaknya baru duduk di
bangku kelas V SD. Cerpen ini juga mengisahkan bahwa keadaan sosial atau
pekerjaan dan lingkungan keluarga sebagai faktor utama dalam pembentukan dasar
karakter seorang anak.
“..Ketika
berpikir tentang keluarga kami yang bahagia, Sandra hanya mendapatkan gambaran
sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong
berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir
berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal
tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus
menerus mendengkur, bahkan seketika sandra pulang dari sekolah.”
“Lewat
belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama!.” (hal. 1)
Kutipan
diatas menunjukan bagaimana Sandra dapat menulis karangan tentang kebahagiaan
keluarga, jika kehidupan sehari-hari yang Ia alami sama sekali tidak menunjukan
kebahagiaan yang semestinya diciptakan dalam lingkungan keluarga. Keadaan rumah
yang berantakan dengan benda-benda yang tidak seharusnya ia jumpai di masa
anak-anak sehingga ia tidak mempunyai keluarga yang harmonis, hal ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
Dalam cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang berjudul
‘Pelajaran Mengarang’ ini dapat disimpulkan jika bahwa kita bisa merasakan
bagaimana kesedihan yang dialami Sandra yang hidup dalam lingkungan yang tidak
baik, yang memiliki Ibu seorang pelacur. Setelah membaca cerpen ini pasti
pembaca akan bisa merasakan simpatik terhadap Sandra karena sikap dan sifat
Sandra yang selalu sabar dan tetap menghormati Ibunya walau kadang kala Ibunya
itu mengeluarkan kalimat-kalimat yang kasar terhadapnya.
Keluarga merupakan pusat pendidikan utama yang di
dapat seorang anak, perannya sangat kuat dalam pembentukan karakter anak,
keadaan keluarga yang berantakan yang di alami Sandra membawa dampak yang
negatif bagi perkembangannya, seperti ketika tiba pelajaran mengarang yang
diberikan oleh Ibu Guru Tati tentang 3 judul tersebut, Sandra tidak mampu
mengarang karena dia memang benar-benar tidak merasakan hal seperti itu di dalam
kehidupannya.
Yang terakhir, ada pesan yang terkandung dalam cerpen
Pelajaran Mengarang, yaitu bagaimana kita seharusnya bisa merawat anak dengan
baik, kalau memang Orang Tua itu sudah terlanjur masuk ke dalam dunia yang
tidak baik tetapi Orang Tua itu akan berfikir jangan sampai anak kita juga
bernasib sama seperti Orang Tuanya. Memang Tekanan batin sangat dialami oleh
Sandra tetapi seburuk-buruknya seorang Ibu dia tetaplah Ibu kita yang
menyayangi kita dan melahrikan kita. Sikap yang ditunjukan Sandra adalah selalu
patuh terhadap Ibunya walaupun tidak dipungkiri Ia sering mendapatkan kata-kata
dan juga perlakuan kasar dari Ibunya.
Komentar
Posting Komentar